s e a r c h i n g

Kalo saya diberi kesempatan bisa ketemu nabi, mungkin mereka ini orangnya. Keduanya slow dan ringan tangan banget. Kalo benar dia nabi, nabi...

2 Nabi dari Gamping yang sudah nonton film Eksil dan belum nonton Agak Laen

Kalo saya diberi kesempatan bisa ketemu nabi, mungkin mereka ini orangnya. Keduanya slow dan ringan tangan banget. Kalo benar dia nabi, nabi siapakah dia?


Di cerita ini, mau gak mau saya harus lompat ke tahun 2015. Dan seperti sekarang, Kelas Pagi Yogyakarta menjadi ruang tamunya dengan segala camilan dan tawa-tiwinya. Ya, kami sama-sama sedang menjadi murid sekolah fotografi gratis di Yogyakarta yg dirintis Anton Ismael waktu itu. Dari situ kami jadi sama-sama tahu bahwa lokasi selanjutnya adalah, yang secara gak sadar jadi titik tolak persahabatan kami hingga hari ini, Kecamatan Gamping, Sleman, Yogyakarta.

Kenalin, Dika & Bimo*. Dua karib asal Gamping yang hampir setiap malam ke tempat tinggalku di daerah Sidoarum, Sleman Yogyakarta. Kebetulan jam tidurku rada aneh (gak terbalik, tapi dua shift), maka mereka yg selalu siaga menemaniku kerja Tutbek-shift dua. Lebih tepatnya saya sering ngrepoti mereka. Perkara afdruk dadakan, bantuan pertolongan pada sablon buru-buru, dll. Sekai lagi, hampir setiap malam. Walaupun banyak dari teman lain yang sering menghabiskan malam menemani saya kerja Tutbek, sampai bikin-bikin karya, salah satunya #Samerprojek**. Bahkan ada satu kesempatan kami kebanjiran kerjaan dari Waroeng SS, bikin 700pcs gantungan kunci bantal. Alhasil, kami berempat lembur. Saya jahit dan controling, istri saya nyablon sama Dika, dan mamah mertua saya masukin dakron (kapuk sintetis) ke dalam kantong yg sudah saya jahit untuk kemudian di-finishing jadi gantungan kunci. Fyuhh...

Waktu itu saya bekerja di Indonesian Visual Art Archive (IVAA), Dika sedang kuliah animasi di Jakal (Jalan Kaliurang) dan Bimo jaga kost-kostan milik orang tuanya. Malam adalah milik kami dengan segala ke-absurd-annya. Saya yg punya latar SMA di salah satu pesantren di Yogya tapi asal Jakarta dan mereka berdua yg asli orang Yogya (mereka penghuni bekas Keraton), Pesanggrahan Ambarketawang. Jangan main-main dengan mereka, sudah pasti sakti. Dan gacor, karena kami gak nyambung kadang.

Hari ini mereka mampir ke Studio Tutbek (Studbek), habis nonton Eksil (Lola Amaria, 2024) di bioskop. Awalnya Dika mengajak saya, namun saya menolak. Karena sudah sempat diperlihatkan draft film itu oleh editornya pada masa proses penggarapannya. Saya lebih memilih ingin nonton Agak Laen (Muhadkly Acho, 2024), biar tembus 10 juta penonton. "Ya wis, bar nonton mampir Studbek, wae", kata saya. Tidak mungkin kata mereka, apalagi kata penjual popcorn di bioskop tadi.

Setelah memilih koleksi bacaan gratis di Studbek, yg memang sedang saya bagikan gratis di sana. Kalo kalian mau, tinggal datang dan ambil aja sesukanya, syaratnya cuma satu kok, janjian dulu. Balik ke obrolan rencana nonton. Karena saya ingin menonton Agak Laen, saya bertanya ke Dika yang sudah lebih dulu menontonnya, "Piye, Dik, film Agak Laen, spoiler wae rapopo?". Toh suaranya Dika gak sound 7.0 kaya di bioskop juga, pasti beda. Jadi gak papa dibocorin. Dengan preferensi atas informasi film Agak Laen yg hampir sama, apalagi setelah 7jt penonton. Timeline social media berisi hampir Agak Laen. Suasana saling menimpali informasi jadi seru. Apalagi saya dan Bimo belum nonton. Pada sotoy kan? Ini salah satu ke-absurd-an kami.

"Kenapa ya filmnya Imajinari hampir sama kaya Visinema?", Dika melempar pertanyaan itu. Entah film mana yg dimaksud Dika, karena film Visinema banyak. "Ya, karena ada duit mas Angga (Angga Sasongko-Visinema) juga di Imajinari." Saya langsung menimpali. Tapi memang sependek pengetahuan saya ada mas Angga sejak film Ngeri-Ngeri Sedap (Bene Dion, 2022) lewat Visionari Capital. Bisa jadi, salah satunya, under control-nya mas Angga juga. Tapi saya salut dengan mas Angga ada di situ. Artinya dia pengen banyak film-film baru dari pelaku-pelaku baru dengan pilihan estetikanya. Sependek pengetahuan saya lagi, silahkan dikoreksi jika saya salah, sebab lain adalah karena Visinema sudah memproklamirkan akan menggarap film keluarga. 13 Bom di Jakarta, Mencuri Raden Saleh, itu film aksi, bukan film family dan itu bikinan Visinema? Lanjut ke paragraf baru ya.

Seturut pembacaan saya untuk film bukan keluarga produksi Visinema. Bisa jadi, kalo boleh saya menyontek buku-buku Marketing, itu istilahnya Awareness bagi calon market baru (scall up market) dan Test Market karena ada Opportunity (skema Strengt, Weekness, Opportunity, Threat -SWOT). Setelah sukses di Universe Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini (NKCTHI), tentu tantangan pebisnis hanya dua, harus dinaikan atau malah ambil aman. Sepertinya pilihan kedua tidak tepat dengan Visinema dengan segala ekplorasinya artsitknya di industri film Indonesia. Edukasi ke market/penonton film NKCTHI, Keluarga Cemara I & II atau universe Filosofi Kopi harus ditambah lagi, agar mereka bisa jadi Loyalis (kalo pake skema AIDAL, Awareness, Intererest, Disire, Action & Loyal. Bisa juga ditambah Recommendation). Siapa sih yang gak mau suguhan baru? Peluang film aksi juga jadi chance lain dari Visinema tentunya. Mumpung gak ada yg garap, kenapa gak dicoba? Toh ada 212 Warior (Wiro Sableng - Lifelike Picture, 2018), yg pernah digarap mas Angga. Dan ingat, kayaknya, mereka gak ada film komedi kan? Sekali lagi, itulah hebatnya mas Angga Dwimas Sasongko.

Dika & Bimo ke mana, kok ilang? Mereka malah cerita-cerita tentang komik jadul dan pak Raden yg dipantik dari koleksi gratis yg mereka pilih. Sambil menyarankan saya untuk memutar podcast Mandan Kenthir sebagai latar suara dari masing-masing aktivitas kami. Aku? Kembali kerja untuk pameran salah satu klien Tutbek di Belanda akhir bulan ini.

Sebagai renungan bulan film nasional tahun ini yg ke 74. Siapa nabi kalian yang selalu sigap sedia ketika kita membutuhkan pertolongannya? Gak nyambung ya, sama hari film nasional. Bisa jadi nabi kalian adalah film, lho?


Salam,

rmm


*Di awal Tutbek, mereka sudah punya usaha berdua, clothing-an juga, Griffins namanya. Dika sekarang menjadi animator lepas setelah ikut menggarap film Nusa (Bony Wirasmono, 2021) di Little Giant bersama Angga Sasongko (lagi). Sambil sesekali menjadi mentor di DOES University tempat dia belajar animasi di awal karirnya. Sedangkan Bimo sedang berjuang menuntaskan kuliahnya di jurusan teknik di salah satu kampus di Yogyakarta. BTW, nama Studbek ok juga ya? Iya (jawab sendiri, wkwkwk)

**Terima kasih kepada teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu yang membantu di awal kesibukan yang kadang Tutbek ciptakan sendiri atau menjadi ruang inspirasi untuk bikin-bikin.

BTW, kami juga pernah menggarap beberapa merchandise yang berhubungan dengan perfilman Indonesia:

0 comments: